Friday 20 January 2012

KK3: Sejarah Sastra

Ulet , , , uget , , , uget
Ulat itu panjang, kenyal, bergerak, dan menggelikan. Kemudian dia berubah bentuk menjadi diam, menggantung, sewarna dan kaku. Beberapa lama lagi, dia memiliki fisik yang tipis, berwarna, berantena, dan bisa terbang. Indah bukan?

Cerita di atas itu perumpamaan untuk Kuliah Kepenulisan yang diadakan Forum Lingkar Pena Bandung selama 3 minggu terakhir. Penuh inovasi dan menginspirasi. Benar – benar mengasyikkan bila setiap kita mulai kuliah ada saja sesuatu yang baru.


Tiga Pertama . . .
Bila minggu kemarin kuliah diawali dengan games di selasar hijau Salman ITB, hari ini disambut dengan banyak surprise.

Pertama, tata letak ruang kelas diubah menjadi bentuk landscape, sehingga tempat duduk peserta hanya dua shaf. Penting ga sih ngomongin yang kayak gini? Hmm . . ., lanjut dulu ya ceritanya. Nah, kalau posisinya seperti itu jadi lebih nyaman ke peserta yang lain. Kepala – kepala indah yang duduk di depan tidak terlalu menghalangi pandangan peserta belakang ke layar dan pemateri. Penting kan? He he maksa . . .  

Kedua, games awal kuliah itu Cerita Berantai. Isi ceritanya agak sulit diceritakan mungkin karena daya imajinasi Dw kurang atau isi ceritanya lumayan memusingkan sehingga tidak terdeskripsikan lewat tulisan. Pilihan kedua lebih kuat sepertinya. Meskipun memusingkan, ceritanya cukup untuk membuat air mata mengalir saking imajinernya para peserta dalam merangkai cerita, ha ha, hi hi pun tidak terelakkan. Hikmah games tersebut, kita harus konsentrasi dan cepat berpikir untuk menyambung alur. Latihan otak buat para penulis. Sip !

Ketiga, pembacaan puisi oleh panitia KK (kuliah kepenulisan, red). Trus apanya yang inovasi? Inovasi terletak pada sesi setelah itu. Peserta diberi kesempatan untuk membacakan puisi. Tidak perlu menunggu, peserta lain sudah menawarkan diri. Bagaimana kira – kira hasilnya? Pembacaan puisi berjudul “Lonceng” benar – benar Rruuar Biaazza, Subhanallah, Allahu Akbar.  No comment.


If you do not inspired, you expired . . .
Tiga inovasi itu cukup untuk membuat kita sadar bahwa manusia memang harus berinovasi. Brownies tiiiiit, keripik tiiiiiit, toserba tiiiiiit juga menciptakan sesuatu yang baru untuk menarik pelanggan agar tetap menjadi costumer tetap. Jika barang harus melakukan perubahan agar tetap exist, maka manusia harus lebih dari itu. If you do not inspired, you expired, kata – kata motivasi Dr. Jalaluddin Rakhmat, M. Sc dalam acara Moslem Youth Empowerment for Lovely Indonesia 3 (MYELIN 3) Ahad, 2 Oktober 2011 lalu. Ayo ikutan kawan! Acaranya seru abiezz, manfaat bangeets.


Let’s Begin . . .
Apabila telur ayam memiliki bagian cangkang dan isi, maka jika di analogikan, tulisan di atas adalah cangkang dan paragraf panjang di bawah ini adalah isi. Let’s go.

Materi pada pertemuan ketiga ini berjudul Sejarah Sastra oleh Pak Topik Mulyana, S.S. M.Hum. Satu hal yang saya suka dari cara beliau membawakan materi adalah dengan metode cerita, seolah – olah kita berada pada masa lalu. Benar – benar tergambar meski tidak semua. Cocok untuk karakter kebanyakan orang Indonesia yang cenderung lebih suka komik, novel, cerpen, dan sejenisnya daripada text book pelajaran kuliah. Betul ato betul?


Merdeka = Sastra ?
Siapa sangka bila kemerdekaan kita itu berasal dari sastra?
Penasaran?

Buku berjudul “Max Havelar” karya Multatuli yang dibaca mulai dari R.A. Kartini sampai pak Hatta itu ternyata membuat mereka sadar. Kartini paham bahwa perempuan ternyata diperlakukan tidak adil dalam mengenyam pendidikan. Pak Hatta tahu bahwa ada ketidakadilan perlakuan (hak dan kewajiban) antara orang – orang Belanda dan kaum pribumi (inlander), serta mereka, rakyat Indonesia, sedang dijajah oleh Belanda.

Buku “Noli Me Tangere” (Jangan Sentuh Aku), awal dari kesadaran rakyat Filipima terhadap penjajahan Spanyol.

Buku – buku itu memicu rakyat untuk melakukan pemberontakan melawan penjajah. Karya sastra menstimulus peperangan dengan penjajah. Karya sastra sebagai latar belakang kemerdekaan Indonesia. Subhanallah . . .


Sastra? Why not . . .
Sastra melahirkan generasi – generasi seperti pak Hatta dan rekan – rekan untuk jadi tokoh nasional bangsa. Berbeda dengan saat ini, oknum pejabat tinggi negara lebih suka memanipulasi anggaran untuk memperkaya diri sendiri dan/ atau orang lain (korupsi, red). Miris . . .

Penikmat sastra tidak memandang latar belakang keilmuan. Siapapun bisa, tidak hanya orang – orang yang bergelut dalam bidang sastra. Seorang dokter hewan dan lulusan PTN IPB merupakan beberapa orang yang pandai membaca puisi. Pembaca puisi yang lahir dari orang berlatar sastra ada tetapi tidak terlalu banyak.


Sastra Lama , ,
Kunci peradaban itu ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan itu dari sastra

Zaman Hindu – Budha
Pada zaman ini, sastra diisi oleh kesusastraan rakyat. Apa maksud sih? Secara sederhana, sastra ini masih merupakan cerita lisan, artinya sastra berasal dari rakyat tanpa ditulis (pada masa ini rakyat yang bisa membaca dan menulis jarang, kalaupun bisa maka orang itu disebut sebagai sarjana/ pandita). Cerita ini memiliki alur cerita sangat pendek, lebih pendek dari cerita pendek/ cerpen,  disebut cerita mini/ cermin. Cermin memiliki karakter seperti itu karena cerita ini ditulis dari ingatan mereka. Jika ingatan mereka panjang, maka cermin pun akan panjang. Contoh cermin yaitu cerita asal - usul, binatang, jenaka, pelipur lara. Selain kesusastraan rakyat, zaman Hindu – Budha diisi oleh epos India/ wayang (ramayana, mahabarata) dan cerita panji.

Zaman Peralihan Hindu – Islam
Masa ini, sastra sudah mengenal kata Allah, Muhammad, malaikat tetapi masih ada tokoh fiktif seperti peri, atau benda seperti jimat, ilmu menghilang. Coba simak cerita wayang. Itu jenis cerita pada zaman peralihan yang bisa kita temui zaman sekarang. Jenis sastra zaman ini yaitu Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Mara Karya, Hikayat Syah Kobat, Hikayat Langlang Buana.

Pada masa ini Islam mulai masuk, tapi pemerintahan masih memakai sistem kerajaan. Keluarga kerajaan dipercaya sebagai titisan dewa, yang perintahnya harus dilaksanakan. Sastra zaman peralihan dipakai oleh kerajaan sebagai tindakan politis untuk meyakinkan bahwa rakyat harus tunduk pada keluarga kerajaan, khususnya perintah raja. Dahsyat ya sastra itu . .

Zaman Islam
Cerita zaman ini sudah ada cerita tentang Al Quran, nabi Muhammad, sahabat nabi, dan pahlawan Islam. Sumatra dan Malaysia mengenal Islam dari kerajaan Islam di Persia. Buktinya? Nama raja – raja di kedua pulau tersebut kebanyakan memakai kata sya, mis. Sultan Sya, sebelum nama aslinya. Penamaan itu sama dengan kerajaan Islam di Persia. Owh..


Sastra Moderen , ,
Sastra moderen ada di masa penjajahan Belanda. Selama menjajah Indonesia, Belanda butuh administratur untuk keperluan pengarsipan dan pendokumentasian data rempah – rempah atau sumber daya alam yang diambilnya dari negeri kita. Nah, Belanda ingin menghemat anggaran menjajah dengan menjadikan rakyat Indonesia sebagai administratur lokal. Kenapa ga orang Belanda aja? Kan mereka pada pinter – pinter. Apabila mendatangkan administratur dari Belanda, akan memakan biaya banyak. Uang yang dikeluarkan untuk menggaji administratur Belanda itu besar dan mereka juga akan membawa keluarga besar ke Indonesia. Kebayang kan besar banget anggaran yang keluar ?

Rakyat Indonesia yang akan menjadi administratur bersekolah di kelas dua (kelas satu untuk orang Belanda). Jenis pendidikan di kelas dua tidak sebanyak di kelas satu, mereka hanya diajarkan membaca dan menulis. Gaji administratur yang berasal dari Indonesia sangat kecil, tidak sepadan dengan kerja keras mereka.


Sastra Moderen: Balai Pustaka
Rakyat Indonesia yang sudah bisa membaca dan mengenal tulisan, mulai banyak mengkonsumsi banyak buku bacaan. Bacaan – bacaan yang menuliskan realita keadaan rakyat Indonesia juga dibaca termasuk Koran Medan Priyayi. Koran Medan Priyayi (didirikan oleh Raden Mas … ) adalah koran yang membuka kesadaran rakyat Indonesia bahwa kita ini sedang dijajah. Ini memicu pemberontakan lewat tulisan.

Belanda sadar bahwa bila rakyat Indonesia banyak membaca, mereka akan tahu ketidakadilan yang diterima selama ini. Belanda merasa eksistensinya akan terancam bila hal itu dibiarkan. Akhirnya, Belanda mendirikan Kantoor Voor de Volkslectuur/ Balai Pustaka. Ini strategi Belanda untuk menyaring buku – buku atau tulisan apapun yang memicu pemberontakan. Buku zaman ini hanya boleh terbit dari Balai Pustaka. Bacaan ideal menurut Balai Pustaka itu harus berisi tulisan yang baik – baik dan bagus. Buku yang menulis tentang realita rakyat Indonesia disebut cabul, maksudnya tidak boleh mengungkap aib bangsa. Bacaan tentang realita pemicu pemberontakan yang terbit diluar Balai Pustaka disebut bacaan liar. 

M.Yamin membuat puisi tentang konsep negara yang dibuat secara konotatif agar lolos dari sensor Balai Pustaka. Konsep negara yang dibuat pada awal pemerintahan Indonesia berasal dari puisi. Pak Hatta merupakan salah satu penikmat puisi. Beliau menjadi founding fathers negara Indonesia. Pejabat tinggi sekarang kebanyakan pada baca apa ya?

R.A Kartini menulis tentang perasaan dirinya yang tidak bisa sekolah tinggi. Beliau ingin agar adat dalam keluarga diubah. Ini jenis tulisan yang lolos dari Balai Pustaka. Tulisan – tulisan beliau banyak terdapat pada masa ini.

Pak Hatta bisa mengkonsep negara diawali dengan banyak membaca, seperti puisi dan karya sastra lain. R.A. Kartini banyak menulis tentang keadaan adat istiadat dalam keluarga dan harapan di masa depan. Beliau juga banyak membaca buku yang disuplai dari temannya di Belanda.
Ingin berkarya? sudah baca berapa buku hayooo?


Sastra Moderen: Periode Pujangga Baru
Periode pujangga baru dimulai dengan lahirnya majalah Poedjangga Baroe yang dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Tulisan masa ini lebih bersifat mengagungkan negara barat. Tulisan – tulisan dari pujangga baru berisi ajakan. Bangsa Indonesia harus mengadopsi kebudayaan dan cara hidup Amerika agar menjadi negara maju. Indonesia harus meninggalkan budaya – budaya ke-Timur-an. Banyak tokoh – tokoh dan para ulama yang menentang tulisan tersebut. Periode ini melahirkan angkatan ’45. Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda sebelum perang melawan Jepang.


Sastra Moderen: Angkatan ’45
Di mulai ketika Indonesia dikuasai Jepang. Aturan membuat suatu karya lebih ketat dari Belanda. Indonesia dalam keadaan chaos. Jepang menjajah lebih kejam dari Belanda. Rakyat benar – benar menderita. Mereka selalu diawasi oleh polisi mata – mata Jepang/ kempetai. Apabila ada orang yang memberontak, mereka langsung menghilang tiba – tiba (diculik oleh kempetai). Chairil Anwar termasuk orang yang sering memberontak terang – terangan dengan tulisannya sehingga sangat diawasi ketat oleh kempetai. Chairil adalah orang yang sering berpindah tempat tinggal, tidur dimana saja, mencaci agama, pikirannya kacau karena keadaan masa itu benar – benar penuh ketidakadilan. Pemberontak seperti Chairil benar – benar dijauhi. Dalam situasi itulah dia menulis puisi berjudul “Aku”.

Aku
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan yang terbuang

Karya Chairil Anwar


Sastra Moderen: Angkatan ’66
Pada masa ini mulai lahir karya – karya Taufik Ismail. Dibandingkan dengan Karya R.A Kartini pada periode Balai Pustaka yang berupa syair, karya Taufik Ismail lebih mudah dimengerti, karena itu karya – karyanya dikenal sampai sekarang.

Pada tulisan Kartini, pendeskripsikan seseorang bisa sangat panjang (nyampe dua lembar lho). Misalnya Datuk Maringgih itu mukanya cekung (bentuk muka seolah – olah menggambarkan sifat dan karakter), matanya bla bla bla, alis nya bla bla bla, hidungnya bla bla bla, pendeskripsian pun berlanjut sampai  kaki. Itu belum termasuk deskripsi karakter yang digambarkan sangat jahat.

Kartini digambarkan secara fisik dari alis sampai kaki begitu cantik, cara jalannya anggun, perangainya baik, sopan dan santun. Pengkarakteran orang – orang adalah hitam putih. Artinya oarng baik digambarkan sangat baik dan orang jahat digambarkan sangat jahat. Mirip dengan sinetron zaman sekarang, kan? Berarti orang yang nonton sinetron itu orang jadul? No comment deh. Oleh karena itu, wajar apabila kita membaca buku R.A. Kartini tidak mengerti alurnya.

Secara umum kesusastraan moderen memiliki ciri khas, yaitu:
•    Balai Pustaka: Pertentangan adat & nasionalisasi
•    Pujangga baru: Ke’aku’an/ diri
•    Angkatan ’45: Individualisme kuat
•    Angkatan ’66: Puisi protes sosial terhadap pemerintah

Periode setelah angkatan ’66 tidak memiliki ciri khas seperti angkatan – angkatan sebelumnya karena berjenis eksperimental.

Subhanallah, ini hanya sedikit tentang sejarah sastra yang di-review. Mendengar langsung dari pematerinya tentu lebih dahsyat. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan atau istilah.



Review Sejarah Sastra _ Dewi Erita _ Senin, 5 Desember 2011
Sejarah Sastra  _ Topik Mulyana, S.S. M. Hum _ Ahad, 4 Desember 2011

No comments:

Post a Comment