Saturday 10 March 2012

Resensi "BUMI MANUSIA" Pramoedya Ananta Toer

Resensi “BUMI MANUSIA”
Pramoedya Ananta Toer_1975
(Tetralogi: Buku Pertama)



“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.” (Juffrouw Magda Peters)

“Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah melihat kitab dalam kehidupannnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan.” (Juffrouw Magda Peters)
 

Edisi Pembebasan
                Buku – buku karya Pramoedya pernah diberangus pada masa Orde Baru karena tuduhan secara lihai lewat karya – karyanya mempropagandakan Marxisme-Leninisme, kemudian dicetak ulang oleh Penerbit Hasta Mitra sebagai Edisi Pembebasan. (Joesoef Isak, 2000)
               

Buku Ilegal
                Larangan terhadap buku – buku Pramoedya sampai hari ini belum dicabut oleh pemerintah tetapi penerbit tetap mencetaknya sebagai cara untuk menghormati dan ikut aktif menegakkan hak – hak asasi manusia terhadap masa Jenderal Soeharto yang masih bebas berkuasa mempraktekkan kesewenang-wenangan mereka. (Joesoef Isak, 2000)


Sinopsis
                Minke (Baca: Mingke) diajak oleh Robert Suurhof , temannya di Sekolah Belanda H.B.S. Surabaya, untuk memenuhi undangan Robert Mellema di Wonokromo, tepatnya di rumah Boerderij Buitenzorg (Perusahaan Pertanian Buitenzorg).  Minke bertemu dengan Annelies Mellema, adik Robert Mellema, yang memiliki kecantikan luar biasa. Kedua Robert asyik berdiskusi tentang bola. Sedangkan Minke dan Annelies yang tidak menyukai bola memisahkan diri untuk mengerjakan hal lain. Minke berkenalan dengan Nyai Ontosoroh, ibu Annelies.
                Seharian itu mereka berdua mengerjakan tugas mandor di pabrik raksasa itu. Dua Robert asyik berburu. Saat pulang, Nyai Ontosoroh menawarkan Minke untuk berkunjung lagi karena nampaknya Annelies senang memiliki teman, serta menyukainya.
                Kisah berlanjut, Minke jadi sering dijemput oleh Darsam (penjaga rumah Nyai Ontosoroh) untuk berkunjung ke rumah, bahkan lama-kelamaan jadi tinggal disana karena Annelies tidak bisa berada jauh – jauh dari Minke.
                Berbagai masalah datang, mulai dari teman – temannya yang mulai menjauh, pikiran barunya mengenai perjuangan hak asasi manusia bagi pribumi, ancaman pembunuhan, sidang pembunuhan, dikeluarkan dari sekolah, dan lain -lain. Dalam perjalanannya Minke selalu berbagi cerita dengan Jean Marais (Baca: Syang Maré), seorang seniman dari Prancis, Juffrouw Magda Peters, guru Bahasa dan Sastra Belanda, serta Ibunya. Akhir cerita, Annelies dibawa paksa ke Netherland, setelah menikah enam bulan dengan Minke.

“Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran , apalagi dalam perbuatan.” (Jean Marais)


Analisis Cerita
                Novel yang berlatar tahun 1898-1900 ini sangat menarik dan menantang untuk dibaca. Kita bagai menonton film zaman penjajahan Belanda.
1.       Beberapa penggolongan manusia, diantaranya Eropa Totok (keturunan Eropa murni), Indo (keturunan Eropa-pribumi, Eropa-Asia), bangsa asing, dan pribumi.  Kaum pribumi adalah tingkatan yang paling rendah. Mereka harus patuh terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang hampir semua dikuasai oleh orang – orang Belanda. Dalam sidang pengadilanpun, hak – hak mereka dinomorduakan, bahkan dipermalukan.

2.       Sekolah antara orang Belanda dan pribumi dipisah. Sekolah Rakyat (SR) khusus untuk pribumi. E.L.S adalah sekolah dasar khusus Belanda dan Indo, serta anak pribumi yang keturunan bupati (Bupati adalah jabatan tertinggi pribumi masa itu, raja kecil). Kelanjutan E.L.S adalah H.B.S. Lulusan H.B.S bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, bisa tetap bersekolah di wilayah Hindia Belanda atau melanjutkan ke Netherland. Perguruan tinggi khusus pribumi adalah STOVIA, pendidikan untuk jadi dokter selama delapan tahun (dua tahun persiapan, enam tahun kuliah kedokteran).

3.       Sekolah khusus pribumi hanya diperbolehkan untuk laki – laki. Perempuan hanya di rumah. Usia 12 tahun, perempuan harus sudah siap menikah.

4.       Di antara semua orang Belanda, ada sebagian kecil yang memperjuangkan hak-hak pribumi. Dari mulai menyemangati atau memberikan kesadaran terhadap pribumi bahwa mereka harus maju di atas kaki sendiri sampai memperjuangkan lewat Tweede Kammer (sejenis DPR zaman sekarang). Orang – orang seperti ini oleh Belanda lain disebut golongan radikal/ liberal. Penulis Belanda pun ada yang khusus menulis tentang perjuangan rakyat melawan penjajah. Sekolah untuk pribumi ada sejak 30 tahun yang lalu (1870-an), berkat perjuangan seorang Belanda yang radikal.


Keunikan Bumi Manusia
                Bumi manusia menceritakan tentang seorang pribumi dari keluarga Bupati yang bersekolah di sekolah Belanda. Kehidupannya sangat berkecukupan. Permasalahan yang ditampilkan mengenai keilmuan, politik, kepenulisan, dan bisnis. Sesuatu yang sifatnya luas, menyangkut banyak orang.
Sementara pada sebagian besar novel/ cerpen Indonesia menceritakan tentang masalah ekonomi (Kumcer Robohnya Surau Kami, Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk) dan percintaan (Novel Belenggu) yang bersifat perseorangan, keluarga, atau masyarakat perkampungan.


Kesimpulan
                Cerita Bumi Manusia mengalir, masalah –masalah yang dihadapi beragam, pemikiran – pemikirannya luas, dan sesuai realita, terjadi di masyarakat. Setelah membaca buku tersebut, kita akan lebih menghargai sekolah/ kuliah yang pada masa itu benar – benar barang langka.    
               
           
      
 “Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bisa kemput.” (Nyai Ontosoroh)

“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.” (Nyai Ontosoroh)


Baca bukunya n_n !!!



Thursday, March 8th 2012
by
Dewi Erita



2 comments:

  1. Ini benar benar buku yang sangat bagus. Saya lagi baca yang kedua, Anak Semua Bangsa.
    Tetralogi yang sangat luar biasa dari seorang Pramoedya Ananta Toer!

    ReplyDelete