Friday 30 March 2012

KK5: Review Kritik Sastra

Secuil Kritik Dalam Berita . . . 

Kritik saat ini sudah menjadi salah satu konsumsi masyarakat umum sehari – hari. Sepanjang tahun 2011, banyak kasus – kasus besar yang tercium ke permukaan, meskipun dalam proses penyelesaiannya cenderung alot. Hasil  penyidikan tidak jarang yang mengecewakan karena menurut salah satu pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Pak Busyro Muqoddas, ada sesuatu yang ‘besar’ dibelakang panggung para koruptor . 

Kritik lainnya muncul setelah Ketua DPR RI, Pak Marzuki Ali, mengatakan suatu pernyataan “bubarkan saja KPK”. Seolah ditekan tombol on pada suatu mesin, kritik turun bak hujan deras berangin lebat dari berbagai tokoh penting. Hujatan, makian, celaan datang bertubi – tubi, adapula beberapa orang rekan beliau yang berhusnudzon atau no comment. Tidak salah juga memang bila kritik pedas berjatuhan karena pernyataan Ketua DPR RI muncul setelah rekannya, Pak Nazaruddin kedapatan melakukan korupsi Wisma Atlet. Bagaimana kebenarannya? Wallahu’alam, sedalam – dalamnya bangkai dikubur, baunya akan tercium pula.

Dari beberapa contoh di atas nampak bahwa pengetahuan penulis selama ini tentang apa itu kritik hanya sebatas dalam dunia berita saja, ada pro ada kontra. Ada kritikan ada balas mengkritik kritikan. Saling debat, adu argumen, membela diri, klarifikasi dan lainnya seolah menjadi cap tersendiri bahwa itulah kritik.

Semakin kita belajar atau mendalami suatu ilmu semakin tersadar bahwa kita ini tidak tahu apa – apa.


Ini Kritikku, Mana Kritikmu?

Kritik sastra.
Apa itu kritik sastra?
Ada yang tahu apa itu kritik sastra?

Kang Wildan Nugraha, pemateri Kritik Sastra Kuliah Kepenulisan pertemuan-5, mengemas dengan apik penjelasan materinya dalam tulisan yang berjudul Kritik Sastra (Coretan Ringkas). Ringkas karena memang isi tulisan kurang dari dua kertas A4, tapi cukup untuk sedikit memberi gambaran tentang apa itu kritik sastra. Here we are . . .


Sepatah Dua Patah Kata Kritik Sastra,,

Tidak selamanya kritik itu hanya berisi pro dan kontra terhadap suatu hal. Kritik sastra memiliki hal yang lebih dari itu. Menyusun kritik atas karya sastra itu upaya apresiasi sastra. Ia menemukan hal – hal unik dan terpendam atas sebuah karya. Hmmm, bagai menemukan harta karun dalam tulisan. Pemburu harta karun itu diantaranya HB Jassin dan Max Brod. Mereka membesarkan para sastrawan berbakat, Chairil Anwar dan Franz Kafka.


Kritik dalam Cerita,,
Awalnya Sheldon Norman Grebstein menyatakan bahwa setiap karya sastra wajib memiliki kritik sastra agar tulisannya bisa dibaca oleh semua orang. Sapardi Djoko Damono mengelak pernyataan itu dengan menjelaskan permasalahan yang muncul. Beliau menjelaskan:
1.         Hakikatnya sebuah karya sastra tidak memerlukan perantara. Sebab tulisan kritikus bukan karya itu sendiri melainkan interpretasi dari kritikus
2.        Kritik kemungkinan bersifat teknis (bila kritikus adalah penyairnya sendiri). Penyair akan menulis beberapa hal yang tidak diperlukan pembaca, mis. peristiwa lahirnya sajak.
3.       Kritik mempengaruhi pembaca secara berlebihan sehingga sajak aslinya tertutupi.

Bila kita menelan mentah – mentah kemungkinan – kemungkinan tersebut, dunia sastra seperti hitam putih, hanya ada penilaian sesuai atau tidaknya sebuah karya menurut pembaca.

Secara bijak, ada pandangan baik tentang kritik sastra:
1.       Kritik sastra yang baik adalah karya sastra, tidak diciptakan dari ketiadaan, tapi diilhami oleh karya lain.
2.       Kritik bukan bacaan kaku, tetapi memotivasi pembaca untuk kembali mengulang bacanya.
3.       Kritik yang baik mampu merayu pembaca untuk memperhatikan karya masa lalu yang sudah tertutup debu.
4.       Kritik yang baik bermanfaat bagi sastrawan dan pembaca

Dengan kritik kita mengetahui baik buruknya suatu karya sehingga dapat memperbaiki yang kurang dan menambah yang manfaat. Kritik diperlukan untuk kelanjutan perkembangan sastra.


Review Kritik Sastra_Sabtu, 31 Desember 2011_Dewi Erita
Kritik Sastra_Ahad, 25 Desember 2011_Wildan Nugraha



Puisi
Kami mengiring jenazah hitam
Depan kami kereta mati bergerak pelan
Orang – orang tua berjalan menunduk diam
Dicekam hitam bayangan
Makam muram awan muram
Menanti perakaan di ujung jalan

Tapi kami selalu berebut kesempatan:
Kami lempar pandang
Kami lempar kembang
Bila dara – dara berjengukan
Dari jendela – jendela di sepanjang tepi jalan
Lihat, di amta mereka di bibir mereka
Hidup memerah bermekahan

Begitu kami isi jarak sepanjang jalan
Antara rumah tumpangan dan kesepian
Kuburan


Apresiasi Puisi
Suasana mengiringi proses pemakaman. Mengikuti para pengiring lain yang membawa kereta jenazah. Setelah berhenti di pekuburan, mereka saling adu pandang memberi isyarat untuk memulai menabur bunga.

Burung - burung dara bertengger di jendela, saling menggerakkan kepala menoleh kesana kemari melihat banyak pergerakan manusia.

Setelah beberapa lama makin banyak yang datang, jalan – jalan antara pemakaman dan rumah – rumah diseberang penuh oleh manusia.



Review Kritik Sastra_Sabtu, 31 Desember 2011_Dewi Erita
Kritik Sastra_Ahad, 25 Desember 2011_Wildan Nugraha

No comments:

Post a Comment