Membaca KumCer
“Sepotong Senja untuk Pacarku”
Karya: Seno Gumira Ajidarma
_1_
Kumpulan cerita
biasanya memiliki alurnya sendiri. Tidak ada hubungan antara cerita satu dengan
cerita lainnya. Sepotong Senja untuk Pacarku , sebuah komposisi dalam 13 bagian,
memiliki keterkaitan satu sama lain. Semua cerita berada dalam satu waktu dan
tempat yang sama, yaitu saat senja di pantai. SGA bercerita di tempat yang
sama, masing-masing orang yang berada di pantai seolah ada ceritanya sendiri. Awal
cerita ada seseorang (Sukab) yang memotong senja untuk pacarnya, Alina.
Disambung cerita berikutnya, Jezebel, seorang perempuan yang terus berjalan di
pantai senja hari. Ikan Paus Merah misterius yang hanya muncul saat senja
sempurna. Terus begitu sampai pada cerita terakhir, saat Alina mendapat kiriman
potongan senja dari Sukab. Kumcer ini lebih pas disebut novel.
_2_
Pelaku cerita ini
terdiri dari orang-orang biasa di dunia nyata, namun isi cerita sangat fiktif. Pemandangan
senja yang bisa dipotong, dunia serba hitam putih tanpa warna, mercusuar
misterius yang akan hilang bila didekati, dan semua cerita sama fiktifnya. Nama
tempat saat senja ini diceritakan adalah Kota Di Mana Pelangi Tidak Pernah
Memudar. Kita seolah membaca kumcer film kartun.
_3_
Senja yang digambarkan
SGA begitu jelas terdeskripsikan (kaya akan diksi). Saat membaca kita bisa membayangkan senja
yang sesungguhnya sedang terjadi sampai berakhirnya pemandangan itu. Suatu
senja yang sempurna.
“Senja
hadir dengan langit yang semburat merah menyala-nyala bagaikan sebuah jeritan
ketika bola matahari yang membara itu hilang lenyap dan tenggelam di balik kaki
langit.”
“Matahari senja yang kutunggu-tunggu telah berada di garis cakrawala,
tapi ia bukan lagi lempengan raksasa merah membara yang semburat cahayanya
membakar langit menjadi keemas-emasan.”
“… senja yang membara yang
cahayanya semburat membakar langit sehingga seluruh dunia menjadi
keemas-emasan, kekuning-kuningan, kejingga-jinggaan, kemerah-merahan, sebelum akhirnya padam sama sekali meninggalkan
garis putih lidah-lidah ombak yang memecah di pantai.”
Senja yang sempurna itu adakalanya tidak sempurna. Itulah yang membuat
cerita SGA menjadi sempurna dalam arti berimbang, baik dari segi perubahan
cuaca, …
“Seringkali senja hanya kelabu saja. Langit kelabu, bumi kelabu, kemudian hujan pula. Kadangkala awan
gemawan begitu banyaknya, terapung di segala tempat seperti perahu kapas,
menyembunyikan cerita senja, …”
… maupun orang yang buta warna saat melihat senja.
“Senja itu, dunia menjadi hitam
putih. Suatu layar transparan yang turun bergulung bagaikan layar penutupan
sebuah sandiwara, membuat segalanya hitam putih, mulai dari langit, kaki
langit, lautan, sampai ke pantai di mana aku duduk, dan akhirnya menelan diriku
dan segalanya di belakangku.”
_4_
Segala yang berawal pasti memiliki akhir. Namun, ada pesan perasaan
tersembunyi yang secara halus tergambar pada hampir seluruh cerita. Senja
yang menyiratkan suatu kesedihan mendalam, seolah dunia begitu sepi, tanpa
harapan.
“… sebuah peristiwa ketika
matahari seperti bola yang melesak ke balik cakrawala, yang selalu mengingatkan
manusia betapa keindahan yang sempurna hanyalah sesuatu yang semu saja, seperti
kebahagiaan, yang lewat melintas dalam kenangan terbatas.”
“Senja adalah janji sebuah
perpisahan yang menyedihkan tapi layak dinanti karena pesona kesempurnaannya
yang rapuh, seperti kehidupan yang selalu terancam setiap saat untuk berakhir
dengan patuh.”
(Bangkitlah negeriku, harapan itu masih ada!)
_5_
Pengulangan
deskripsi senja dalam satu cerita maupun cerita-cerita lainnya sangat sering. Pola ini mirip puisi dan gaya
penceritaannya memang puitis. Bila puisi yang diapresiasi lewat musik disebut
musikalisasi puisi. Kumcer ini seperti puisi yang diekspresikan lewat cerita,
cerpenisasi puisi.
_6_
Hikmah hampir semua cerita kurang bisa tertangkap maksudnya.
Cerita selalu menggantung tanpa akhir yang jelas (terlepas dari faktor kurang
mahirnya memahami sastra yang baik). Senior-senior biasa menyebutnya sastra
yang baik karena mulititafsir. Meski disebut sastra yang baik, tetap saja
kurang paham dan tidak nyaman selama membacanya.
_7_
Dibandingkan karya lain, kumcer ini sedikit mirip novel Dadaisme
karya Dewi Sartika. Novel tersebut seperti sebuah jam dinding. Uniknya per
bab diceritakan tidak runtut dan hampir menduga ini bukan novel tapi kumcer.
Bab pertama dimulai dari angka 01.00, bab kedua langsung pindah menunjuk angka
11.00, bab ketiga mundur ke angka 05.00. Yang membuat rumit adalah perpindahan
jam itu tidak dalam tanggal yang sama, kadang melompat sepuluh tahun
kebelakang, kadang beberapa tahun kedepan. Dan jam dinding itu tidak hanya
satu, tapi ada banyak diberbagai tempat. Benar-benar rumit. Selesai mengerti
alur cerita tiga bab pertama, maka pemahaman isi cerita menjadi kacau setelah
membaca bab berikutnya. Biar begitu, sampai diakhir novel, kita akan tahu bahwa
masing-masing bab adalah kesatuan dari lingkaran yang sama. Mirip puzzle, kita
tahu gambar yang sesungguhnya setelah menyelesaikan potongan terakhir. Kumcer
senja ini juga mirip puzzle hanya tidak terlalu rumit seperti Dadaisme.
Kumcer senja dan novel Dadaisme memiliki dasar cerita kehidupan nyata
tapi ceritanya fiktif. Sedangkan, kumcer Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari,
dasar dan alur cerita semuanya nyata.
_8_
Membaca kumpulan cerita karya SGA, Sepotong Senja untuk Pacarku,
seperti menemukan bentuk cerita dalam rupanya yang lain. Bisa dibilang unik
karena kekhasannya.
Selamat membaca^^
Kamis, 14 Juni 2012_25 Rajab 1433H
@Cimahi
By Dewi Erita
No comments:
Post a Comment