Thursday 17 May 2012

Resensi Buku Sastra Edisi Mei 2012 "SITTI NURBAYA" MARAH RUSLI


Resensi Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)

Sinopsis

            Siang hari sepulang sekolah, dua remaja  sedang menunggu jemputan. Mereka bernama Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Bendi Pak Ali, penjemput, akhirnya datang dan mengantar mereka sampai rumah di Kampung Jawa Dalam. Sebelum Nurbaya masuk rumah, Samsu mengajaknya pergi ke Gunung Padang esok hari. Nurbaya bersedia ikut. Di rumah, Samsu melihat Ayahnya, Sutan Mahmud, sedang diskusi dengan Datuk Meringgih.   
   
Senja hari, Sutan Mahmud berkunjung ke rumah saudaranya yang perempuan, Putri Rubiah, di Kampung Alang Awas. Setelah terjadi obrolan yang cukup panjang, akhirnya Sutan Mahmud memberi uang jemputan (memberi uang tatkala kawin) sebesar Rp.3000,- untuk perkawinan kemenakannya, Rukiah.  

            Keesokan harinya Samsu, Nurbaya, Arifin, dan Bakhtiar berjalan-jalan ke Gunung Padang. Mereka diantar Pak Ali sampai sungai Arau, kemudian menyeberang dengan sampan tambangan, barulah mendaki Gunung Padang (Apenberg, gunung kera). Disana mereka menikmati pemandangan, memberi makan kera, berburu burung Merbah, mencari dan memakan rujak jambu Keling (jambu Keling campur gula, garam, dan lada lalu dikocok sampai empuk).

            Di lain tempat, Putri Rubiah dan Sutan Hamzah sedang berdiskusi tentang saudaranya, Sutan Mahmud. Sutan Mahmud hanya beristri satu, tidak mau beristri banyak, lebih memilih istri yang berpendidikan meskipun bangsa kurang (kepatuhan terhadap adat), dan menyekolahkan anak sampai tinggi. Mereka sepakat bahwa sifat – sifat Sutan Mahmud tersebut sudah melanggar adat dan menyangka telah diberi pekasih (kena ramuan guna-guna) oleh istrinya. Oleh karena itu, mereka memanggil dukun, Juara Lintau, untuk menyelesaikan masalah saudaranya.

            Tiga bulan kemudian, Samsulbahri mengadakan pesta perpisahan bersama teman-teman sekolahnya. Seusai acara, saat mengantar Nurbaya ke rumahnya, Samsu menyatakan perasaan kepada Nurbaya, begitupun sebaliknya. Mereka berjanji akan menikah di kemudian hari. Esok hari di Pelabuhan Teluk Bayur, pelabuhan masyhur yang selalu disinggahi kapal-kapal besar, Samsu diantar keluarganya dan keluarga Nurbaya ke kapal yang akan membawanya ke Pulau Jawa.

            Setelah kepergian Samsu, Baginda Sulaiman menjadi bangkrut karena perbuatan Datuk Meringgih. Dia membuat pilihan untuk Baginda Sulaiman, masuk penjara karena tidak sanggup membayar hutang atau menikahkan dia dengan Nurbaya. Baginda Sulaiman memilih masuk penjara. Namun Nurbaya memilih menikah dengan Datuk Meringgih agar ayahnya tidak masuk penjara. 

            Kejadian-kejadian silih berganti. Mengapa Samsu diusir oleh Sutan Mahmud, ayahnya sendiri? Bagaimana pula kematian Baginda Sulaiman begitu cepat? Benarkah kepergian Nurbaya ke Pulau Jawa sambil membawa pergi harta Datuk Meringgih, suaminya? Siapa korban pembunuhan anak buah Datuk Meringgih itu? Apa yang terjadi sepuluh tahun kemudian? Akankah cita-cita Samsu dan Nurbaya tercapai?


Tokoh

Sitti Nurbaya               : murid Sekolah Belanda Pasar Ambacang
Samsulbahri                : murid Sekolah Belanda Pasar Ambacang
Datuk Meringgih         : Saudagar Padang yang termasyhur
Sutan Mahmud Syah   : ayahanda Samsu, Penghulu Padang
Baginda Sulaimana     : ayahanda Nurbaya, Saudagar kaya di Padang
Zainularifin                 : teman sekolah Samsu dan Nurbaya
Muhammad Bakhtiar : teman sekolah Samsu dan Nurbaya
Pak Ali                         : Kusir Bendi Sutan Mahmud (45 tahun)
Putri Rubiah                : Kakanda Sutan Mahmud
Sutan Hamzah             : Adik laki-laki Sutan Mahmud
Rukiah                         : Kemenakan Sutan Mahmud
Amat                           : Bujang Sutan Mahmud
Pendekar 3                  : Anak buah Datuk Meringgih
Pendekar 4                  : Anak buah Datuk Meringgih
Pendekar 5                  : Anak buah Datuk Meringgih


Nilai Uang menjelang Abad 19

Rp5 atau Rp10 = uang bantuan setelah beberapa tahun bekerja di kantor polisi
Rp3.000,- = nilai rumah dan tanah Penghulu Padang
Rp6.000-7.000,- = nilai rumah Baginda Sulaiman dan barang-barang Nurbaya
Rp10.000 = hutang Baginda Sulaiman kapada Datuk Meringgih untuk membangun kembali bisnisnya.
Rp50.000 = kerugian akibat 3 toko Baginda Sulaiman terbakar


Analisa alur cerita berdasarkan tahun

Tahun
Samsu
Nurbaya
Kejadian
Hijriah
1896
18 thn
15 thn
Awal cerita

1897
19 thn
16 thn
Nurbaya menjadi istri Datuk Meringgih
Baginda Sulaiman meninggal
Sitti Nurbaya meninggal
Ibunda Samsu meninggal
Samsu bunuh diri

5 Ramadhan 1315
5Zulhijah1315(jarak 3bln)
5Zulhijah1315

1907
29 thn
-
Datuk Meringgih meninggal
Samsulbahri meninggal
Sutan Mahmud meninggal
3Syafar1326(jarak 10thn)
5Syafar1326
8Rabiulawal1326(1 blan)


Analisa cerita

1.      Pelaku cerita

a.      Sifat tokoh digambarkan sesuai dengan air muka dan bangun tubuh 

… Pada wajah mukanya yang jernih dan tenang, berbayang, bahwa ia seorang yang lurus, tetapi keras hati; tak mudah dibantah, barang sesuatu maksudnya. Menilik pakaian dan rumah sekolahnya, nyata ia anak seorang yang berbangsa tinggi…

b.      Pelaku cerita zaman Pemerintah Hindia Belanda

Penjajah Belanda (serdadu) digolongkan protagonis
“ … Lagi pula janganlah salah sangka. Sekalian kami bangsa Belanda yang ada di sini, ialah pegawai Gubernemen, sebagai Tuanku-Tuanku juga, dan yang Gubernemen itu bukanlah bangsa Belanda atau kerajaan Belanda, sekali-kali tidak lain melainkan penduduk tanah Hindia inilah. Bangsa Belanda di sini sekadar memerintah, menolong mengatur

Pejuang Indonesia (perusuh) digolongkan antagonis
“… Lagi pula rupanya Pemerintah di Padang, sedang mengintip perjalanannya, karena makin lama makin kurang percaya akan kelurusan hatinya. Hal ini diketahui oleh Datuk Meringgih, itulah sebabnya maka sangat panas hatinya kepada Pemerintah Belanda. Ketika itu, sebab ada jalan, hendak dibalaskannya sakit hatinya ini. Oleh sebab itu dicarinya akal, supaya maksud Pemerintah ini tiada sampai. Disuruhnya orang-orangnya ke sana kemari, menghasut anak negeri, supaya melawan; jangan mau membayar belasting … ”


2.      Isi cerita berupa nasihat dan pesan

… Pada pikiranku, kewajiban ibu-bapa dalam hal perkawinan anaknya pertama mengingat umur anaknya itu … Kedua, haruslah orang tua itu bertanya kepada anaknya, sudahkah ada niatnya untuk kawin? … Ketiga, haruslah ditanyakan, sukakah ia kepada jodohnya itu atau tiada … Keempat haruslah umurnya berpadanan …


3.      Jenis sastra: Sastra Peralihan

Dialog antartokoh berupa pantun
Padang Panjang dilingkar bukit,
bukit dilingkar kayu jati,
Kasih sayang bukan sedikit,
dari mulut sampai ke hati.”


4.      Sudut Pandang

Pembaca dibuat seolah sedang menonton TV yang dituntun oleh reporter (penulis) untuk memahami cerita.
“… Sebelum diteruskan cerita ini, baiklah diterangkan lebih dahulu, siapakah kedua anak muda yang telah kita ceritakan tadi … “
“… Misalkan oleh pembaca yang belum ke sana, tempat ini suatu taman bunga-bungaan yang permai … “
“… Sekarang marilah kita kembali mengikuti keempat sahabat kita, yang kita tinggalkan di atas bendi tadi … “  


5.      Seting tempat

Cerita berseting di Padang dan Jakarta. Padang terdiri dari beberapa negeri (ct. Payakumbuh) serta kampung (ct. Kampung Jawa Dalam, Kampung Alang Lawas, Kampung Ranah, Kampung Padang Panjang, Kampung Kota Tengah). Jabatan golongan masyarakat yaitu Residen, Pegawai Belanda, Pegawai Anak Negeri, Tuan-Tuanku Penghulu (Padang Hilir), Tuan-Tuanku Laras (Padang Hulu), Kepala-Kepala Negeri, Kepala-Kepala Kampung, sekalian Datuk, Hulubalang, orang kaya, besar bertuah, cerdik pandai, dan para anak negeri.



Pustaka
Rusli, Marah. 2009(cet.46). Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai). Jakarta: Balai Pustaka
(1922 cet. Pertama)

Rabu, 16 Mei 2012/ 25 Jumadil Akhir 1433 H
@ Cimahi
Resensi by Dewi Erita

No comments:

Post a Comment