Resensi Sitti Nurbaya
(Kasih Tak Sampai)
Sinopsis
Siang hari sepulang
sekolah, dua remaja sedang menunggu
jemputan. Mereka bernama Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Bendi Pak Ali,
penjemput, akhirnya datang dan mengantar mereka sampai rumah di Kampung Jawa Dalam.
Sebelum Nurbaya masuk rumah, Samsu mengajaknya pergi ke Gunung Padang esok
hari. Nurbaya bersedia ikut. Di rumah, Samsu melihat Ayahnya, Sutan Mahmud,
sedang diskusi dengan Datuk Meringgih.
Senja hari, Sutan Mahmud berkunjung
ke rumah saudaranya yang perempuan, Putri Rubiah, di Kampung Alang Awas. Setelah
terjadi obrolan yang cukup panjang, akhirnya Sutan Mahmud memberi uang jemputan
(memberi uang tatkala kawin) sebesar Rp.3000,- untuk perkawinan kemenakannya,
Rukiah.
Keesokan harinya
Samsu, Nurbaya, Arifin, dan Bakhtiar berjalan-jalan ke Gunung Padang. Mereka
diantar Pak Ali sampai sungai Arau, kemudian menyeberang dengan sampan
tambangan, barulah mendaki Gunung Padang (Apenberg,
gunung kera). Disana mereka menikmati pemandangan, memberi makan kera, berburu
burung Merbah, mencari dan memakan rujak jambu Keling (jambu Keling campur
gula, garam, dan lada lalu dikocok sampai empuk).
Di lain
tempat, Putri Rubiah dan Sutan Hamzah sedang berdiskusi tentang saudaranya,
Sutan Mahmud. Sutan Mahmud hanya beristri satu, tidak mau beristri banyak,
lebih memilih istri yang berpendidikan meskipun bangsa kurang (kepatuhan
terhadap adat), dan menyekolahkan anak sampai tinggi. Mereka sepakat bahwa
sifat – sifat Sutan Mahmud tersebut sudah melanggar adat dan menyangka telah
diberi pekasih (kena ramuan guna-guna) oleh istrinya. Oleh karena itu, mereka
memanggil dukun, Juara Lintau, untuk menyelesaikan masalah saudaranya.
Tiga bulan
kemudian, Samsulbahri mengadakan pesta perpisahan bersama teman-teman sekolahnya.
Seusai acara, saat mengantar Nurbaya ke rumahnya, Samsu menyatakan perasaan
kepada Nurbaya, begitupun sebaliknya. Mereka berjanji akan menikah di kemudian
hari. Esok hari di Pelabuhan Teluk Bayur, pelabuhan masyhur yang selalu
disinggahi kapal-kapal besar, Samsu diantar keluarganya dan keluarga Nurbaya ke
kapal yang akan membawanya ke Pulau Jawa.
Setelah
kepergian Samsu, Baginda Sulaiman menjadi bangkrut karena perbuatan Datuk
Meringgih. Dia membuat pilihan untuk Baginda Sulaiman, masuk penjara karena
tidak sanggup membayar hutang atau menikahkan dia dengan Nurbaya. Baginda
Sulaiman memilih masuk penjara. Namun Nurbaya memilih menikah dengan Datuk
Meringgih agar ayahnya tidak masuk penjara.
Kejadian-kejadian
silih berganti. Mengapa Samsu diusir oleh Sutan Mahmud, ayahnya sendiri?
Bagaimana pula kematian Baginda Sulaiman begitu cepat? Benarkah kepergian
Nurbaya ke Pulau Jawa sambil membawa pergi harta Datuk Meringgih, suaminya?
Siapa korban pembunuhan anak buah Datuk Meringgih itu? Apa yang terjadi sepuluh
tahun kemudian? Akankah cita-cita Samsu dan Nurbaya tercapai?
Tokoh
Sitti Nurbaya :
murid Sekolah Belanda Pasar Ambacang
Samsulbahri :
murid Sekolah Belanda Pasar Ambacang
Datuk Meringgih :
Saudagar Padang yang termasyhur
Sutan Mahmud Syah : ayahanda
Samsu, Penghulu Padang
Baginda Sulaimana : ayahanda
Nurbaya, Saudagar kaya di Padang
Zainularifin :
teman sekolah Samsu dan Nurbaya
Muhammad Bakhtiar : teman
sekolah Samsu dan Nurbaya
Pak Ali :
Kusir Bendi Sutan Mahmud (45 tahun)
Putri Rubiah :
Kakanda Sutan Mahmud
Sutan Hamzah :
Adik laki-laki Sutan Mahmud
Rukiah :
Kemenakan Sutan Mahmud
Amat :
Bujang Sutan Mahmud
Pendekar 3 :
Anak buah Datuk Meringgih
Pendekar 4 :
Anak buah Datuk Meringgih
Pendekar 5 :
Anak buah Datuk Meringgih
Nilai Uang menjelang Abad
19
Rp5 atau Rp10 = uang bantuan setelah beberapa tahun bekerja
di kantor polisi
Rp3.000,- = nilai rumah dan tanah Penghulu Padang
Rp6.000-7.000,- = nilai rumah Baginda Sulaiman dan
barang-barang Nurbaya
Rp10.000 = hutang Baginda Sulaiman kapada Datuk Meringgih
untuk membangun kembali bisnisnya.
Rp50.000 = kerugian akibat 3 toko Baginda Sulaiman terbakar
Analisa alur cerita
berdasarkan tahun
Tahun
|
Samsu
|
Nurbaya
|
Kejadian
|
Hijriah
|
1896
|
18 thn
|
15 thn
|
Awal cerita
|
|
1897
|
19 thn
|
16 thn
|
Nurbaya menjadi
istri Datuk Meringgih
Baginda Sulaiman
meninggal
Sitti Nurbaya
meninggal
Ibunda Samsu
meninggal
Samsu bunuh diri
|
5 Ramadhan 1315
5Zulhijah1315(jarak
3bln)
5Zulhijah1315
|
1907
|
29 thn
|
-
|
Datuk Meringgih
meninggal
Samsulbahri meninggal
Sutan Mahmud
meninggal
|
3Syafar1326(jarak 10thn)
5Syafar1326
8Rabiulawal1326(1
blan)
|
Analisa cerita
1.
Pelaku
cerita
a.
Sifat
tokoh digambarkan sesuai dengan air muka dan bangun tubuh
“…
Pada wajah mukanya yang jernih dan tenang, berbayang, bahwa ia seorang yang
lurus, tetapi keras hati; tak mudah dibantah, barang sesuatu maksudnya. Menilik
pakaian dan rumah sekolahnya, nyata ia anak seorang yang berbangsa tinggi… “
b.
Pelaku
cerita zaman Pemerintah Hindia Belanda
Penjajah Belanda (serdadu) digolongkan protagonis
Penjajah Belanda (serdadu) digolongkan protagonis
“ … Lagi pula janganlah salah sangka. Sekalian kami bangsa Belanda yang ada
di sini, ialah pegawai Gubernemen, sebagai Tuanku-Tuanku juga, dan yang
Gubernemen itu bukanlah bangsa Belanda atau kerajaan Belanda, sekali-kali tidak
lain melainkan penduduk tanah Hindia inilah. Bangsa Belanda di sini sekadar
memerintah, menolong mengatur …
“
Pejuang Indonesia (perusuh)
digolongkan antagonis
“… Lagi pula rupanya Pemerintah di Padang, sedang mengintip perjalanannya,
karena makin lama makin kurang percaya akan kelurusan hatinya. Hal ini
diketahui oleh Datuk Meringgih, itulah sebabnya maka sangat panas hatinya
kepada Pemerintah Belanda. Ketika itu, sebab ada jalan, hendak dibalaskannya
sakit hatinya ini. Oleh sebab itu dicarinya akal, supaya maksud Pemerintah ini
tiada sampai. Disuruhnya orang-orangnya ke sana kemari, menghasut anak negeri, supaya melawan; jangan mau membayar
belasting … ”
2.
Isi
cerita berupa nasihat dan pesan
“…
Pada pikiranku, kewajiban ibu-bapa dalam hal perkawinan anaknya pertama
mengingat umur anaknya itu … Kedua, haruslah orang tua itu bertanya kepada
anaknya, sudahkah ada niatnya untuk kawin? … Ketiga, haruslah ditanyakan,
sukakah ia kepada jodohnya itu atau tiada … Keempat haruslah umurnya berpadanan
…”
3.
Jenis
sastra: Sastra Peralihan
Dialog antartokoh berupa pantun
“Padang
Panjang dilingkar bukit,
bukit dilingkar kayu jati,
Kasih sayang bukan sedikit,
dari mulut sampai ke hati.”
4.
Sudut
Pandang
Pembaca dibuat seolah sedang menonton
TV yang dituntun oleh reporter (penulis) untuk memahami cerita.
“… Sebelum diteruskan cerita ini, baiklah
diterangkan lebih dahulu, siapakah kedua anak muda yang telah kita
ceritakan tadi … “
“… Misalkan oleh pembaca yang belum ke sana, tempat ini suatu taman
bunga-bungaan yang permai … “
“… Sekarang marilah kita kembali
mengikuti keempat sahabat kita, yang kita tinggalkan di atas bendi tadi … “
5.
Seting
tempat
Cerita berseting di Padang dan
Jakarta. Padang terdiri dari beberapa negeri (ct. Payakumbuh) serta kampung
(ct. Kampung Jawa Dalam, Kampung Alang Lawas, Kampung Ranah, Kampung Padang
Panjang, Kampung Kota Tengah). Jabatan golongan masyarakat yaitu Residen, Pegawai
Belanda, Pegawai Anak Negeri, Tuan-Tuanku Penghulu (Padang Hilir), Tuan-Tuanku
Laras (Padang Hulu), Kepala-Kepala Negeri, Kepala-Kepala Kampung, sekalian
Datuk, Hulubalang, orang kaya, besar bertuah, cerdik pandai, dan para anak
negeri.
Pustaka
Rusli, Marah.
2009(cet.46). Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai). Jakarta: Balai Pustaka
(1922 cet. Pertama)
Rabu, 16 Mei 2012/ 25 Jumadil
Akhir 1433 H
@ Cimahi
Resensi by Dewi Erita
No comments:
Post a Comment