Thursday 8 November 2012

Writing Competition Festival Muslimah


Cerpen: Lempuyangan – Kiaracondong
Oleh Dewi Erita

 
Suasana panas sudah terasa sejak siang memasuki bumi. Bangku kereta sudah hampir penuh terisi oleh pemilik tiket. Kereta ekonomi memang hobi sekali berhenti di tengah rel. Entah karena takut atau berbaik hati membiarkan kereta eksekutif dan bisnis lewat terlebih dahulu. Saat kecepatan nol inilah, oven kereta sangat terasa. Keringat membanjiri kulit. Tidak hanya titik – titik air, tapi mengucur bak keran air. Wahai bumi, kau semakin panas saja. Koran bilang kau sudah naik satu derajat.  
Untungnya, kereta ekonomi menyediakan lagu-lagu indah yangs senantiasa diputar. Terlebih saat berhenti, volume senandung lebih keras, sambut menyambut, susul menyusul.

“Telor asiiin, oleaan, oleaan.
Telor asiiin, yang angeet, yang angeet.”

“Air es, dingin, akua, mijon.”

“Fanta, akua, minum.
Tisu, akua, rokok.”

Indahnya, masing-masing bernyanyi sembari menawarkan barang bawaan. Beberapa orang ada yang langsung to the point.

“Kasian Mbak ee, Pak ee.”

Merasa tersaingi, bayi pun ikut berebut suara.

“Eaaaaa . . . eaaaaaaa . . . .”

“Nguuuuuuuung … ”, kedatangan kereta bisnis menutup semuanya. Panjangnya gerbong menghentikan waktu beberapa detik.

            Kereta maju, konser yang padam mulai hidup lagi. Kali ini hanya satu – satu. Kulihat pemandangan di luar jendela. Hijau, biru, dan coklat, paduan alam yang serasi. Angin berhembus lembut pada tubuh-tubuh yang penuh keringat. Teringat saat pertama naik kereta ekonomi. Duduk di depan wc, menikmati siaran langsung pemandangan hijau, biru, dan coklat yang sama. Udara segar mereka berikan cuma-cuma sebanyak-banyaknya. Sesekali pertunjukkan dalam koridor sempit itu menampilkan jurang yang dalam. Antara kereta dan dasar jurang berjarak puluhan meter. Kaku badan ini membayangkan jarak antara hidup dan mati hanya beberapa sentimeter. Tangan kuat menggenggam pinggir wc, kaki memasang kuda-kuda agar tidak bergeser. Pilihan mati bisa dipesan, jurang tanah atau jurang danau, terbentur daratan atau tenggelam di air.

“Tiket Mbak”, seorang pengawal kondektur menagih karcis. Selesai melubangi kertas, kondektur melihatku heran, ada perempuan berani duduk di samping pintu kereta yang terbuka.
“Mbak, kenapa duduk disini, di dalam aja?”
“Disana banyak asap rokok,” jawabku sambil tersenyum cantik.

            Entah karena kejadian itu atau bukan. Perjalanan kereta ekonomi berikutnya lebih bersahabat, tanpa asap rokok di dalam kereta, plus cap basah bergambar bebas rokok pada tiket. 
            Sementara itu, kereta berhenti lagi. Penyanyi-penyanyi kembali ramai.

“Lanting lanting,
pedes manis.”

“Sale pisang,
sale pisang.”

“Tisu basah, TTS
tisunya, mijon.”

“Kopi, kopi, kopi, kopi
kopi panas.”

“Lontong, pecel, pecel.”

            Di antara mereka, ada beberapa yang menjadi favorit. Seorang laki-laki tiga puluhan memiliki daya tarik dalam liriknya.

Es teh, sewu, es teh
santen gula asli,
ora enak, mboten bayar.1

            Satu lagi seorang wanita empat puluhan, memiliki lagu yang indah didengar. Badan serasa melayang, berayun-ayun, serta memberi efek relaksasi.

“Bakwan, lontong, peceeel
tempe mendoan, peceeel.”

            Mereka semua unik. Pelanggan eksekutif dan bisnis tidak akan menikmati semua ini.
Di tengah perjalanan, terkadang aroma wc menyebar rata dalam kereta. Hidung-hidung yang sempat menangkap udara khas ini, melepaskannya kembali, seolah itu sesuatu yang biasa.
Sore menjelang. Hawa panas tergantikan angin dingin. Kereta berhenti, lagi.

“Jalur tiga Kereta Pasundan dari arah timur menuju Stasiun Kiaracondong Bandung siap diberangkatkan kembali,” suara kepala stasiun keluar dari pengeras suara diiringi suara panjang klakson. Kereta berangkat.
 
            Nasi, ayam, dan sayur leunca menjadi makan siang sekaligus makan malam. Hangatnya bungkusan ditambah bumbu kelapa dan segarnya sayur memberi kesan nikmat luar biasa pada lidah yang lapar. Tiap suapnya begitu berharga. Telinga pun dimanjakan oleh nyanyian demi nyanyian.

Nuwun sewu Pak e
Nuwun sewu Mak e
Kulo numpang ngamen nang kene

Ojo podo nesu
Ojo podo nesu2
. . . “

            Hari sudah maghrib saat kereta sampai di Stasiun Tasikmalaya.

Barade roti, barade roti
Sarebuan, sarebuan”3

Tilu rebuan, tilu rebuan
lengkeng, lengkeng4

            Penumpang dalam kereta mulai berkurang. Kursi-kursi sudah ditinggalkan pemiliknya. Penghuni tersisa mengambil satu kursi panjang untuk dipakai sendiri. Seorang remaja wanita dari bangku seberang pindah ke kursi tepat di depanku. Wajahnya tampak lega, seolah baru terbebas dari tekanan. Beberapa menit kemudian, raut mukanya kembali waspada saat ada laki-laki bangku lain duduk di sebelahnya.
            Malam tiba. Di toilet, udara segar dari jendela tanpa kaca menyapa, segar dan dingin. Pemandangan malam, kerlap kerlip lampu bak bintang di langit, indah. Pegangan wc yang halus membuatku tetap stabil di ruang basah itu. Tas mini berisi air putih kugantung. Membiarkan tempat minum tanpa pengawasan dapat mengundang penjahat memasukkan sesuatu ke dalamnya.
            Kembali duduk di bangku. Tetap santai dan siaga. Raut wajah tenang dan percaya diri. Laki-laki di sebelah remaja itu pergi. Dengan cepat, posisi duduk wanita muda itu memanjang tanpa meninggalkan ruang kosong. Headset dan handphone yang terpasang membuatnya terlelap.

“Sawo, sawo, sawo
sapuluh dua lima,
biasa dua puluh, ayeuna di dualimakeun,5
sawo, sawo, sawo”

Memasuki Stasiun Kiaracondong, kereta berhenti. Perjalanan panjang penuh cerita dan pengalaman. Melatih mental untuk semakin cerdas dimanapun, sholehah kepada siapapun, dan cantik kapanpun.    

Cimahi, 7 November 2012 _ 23 Dzulhijjah 1433 H

Catatan:
1 Es teh, seribu, es teh. Santan gula asli. Tidak enak, gratis.
2 Permisi Pak. Permisi Bu. Saya ikut ngamen di sini. Jangan marah.
3 Mau beli roti, seribu.
4 Tiga ribu, lengkeng.
5 Sepuluh ribu dua puluh lima buah. Biasanya dua puluh buah.


Lomba Menulis ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Festival Muslimah Indonesia bekerjasama dengan FLP Bandung yang akan dilaksanakan pada tanggal 30 Januari s/d 3 Februari 2013. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui:
Twitter            : @MuslimahFest
Contact person            : 083821299555 (Silvia)
                                      085659275411 (Greeny)

No comments:

Post a Comment