Tuesday 8 January 2013

Resensi SAMITA: Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho



Resensi
SAMITA: Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho
Oleh Dewi Erita


Ha-Na-Ca-Ra-Ka
Ada utusan
Utusan hidup
Berupa napas
yang berkewajiban menyatukan
jiwa dengan jasad manusia

Ha! Hana hurip wening suci (Adanya hidup adalah kehendak dari yang Mahasuci)
Na! Nur candra (Pengharapan manusia tersandar pada sinar Gusti Ingkang Murbheng Dumadi)
Ca! Cipta wening (Satu arah dan tujuan pada Yang Mahatunggal)
Ra! Rasaingsun handulusih (rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)
Ka! Karsaningsun memayuhayuning bawana (hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam)

Di sini di buku ini
Kau akan menemukan keindahan, kelincahan, dan kepandaian memikat
Tak ada bangga diri
Hanya pancaran cahaya

I-se-lan, Fu-ciau, Gung ce-ciu, Dao
Bersatu dalam satu armada
Tak ada pertikaian
Meski lain warna keyakinan

Ramah perilaku kental terasa
Hangat menyenangkan
Misi perdamaian menyatukan hati
Meski beda asal kerajaan

Senjata budi
Berbagi ilmu pertanian, peternakan, perikanan
Balasan untuk sambutan hangat
Penghargaan tak ternilai

Ah, cinta . . .
Betapa rasanya tiba-tiba
Hanya karena kesepahaman pemikiran dan rasa

  
Da-Ta-Sa-Wa-La
Manusia setelah diciptakan
sampai dengan data (saatnya),
tidak boleh sawala (mengelak).
Ia dengan segala atributnya,
harus bersedia menjalankan
kehendak Tuhan.

Da! Dumadining dzat kang tanpa winangenan (Menerima hidup apa adanya)
Ta! Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa (Mendasar, sepenuh hati, satu pandangan, ketelitian dalam memandang hidup)
Sa! Sifat ingsun handulu sifat Gusti (Membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan)
Wa! Wujud hana tan kena kinira (Ilmu manusia hanya terbatas, namun penerapannya tanpa batas)
La! Lir handaya paseban jati (Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Tuhan)

Pengkhianat
Selamanya kalah
Meski tahun tahun penuh kepercayaan terlalui
Hilang tertelan dendam

Tindakan tanpa perhitungan
Amarah sebagai energi
Membuat diri kehilangan segalanya
Kehormatan dan kehidupan

Saat diri dalam jurang tak bertepi
Tubuh hancur, sakit tak terperi
Hanya cinta Thian pemberi hidup
Mengalirkan nafas pada jiwa yang kuat dan percaya


Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
Sanggup memahami kehendak Zat pemberi hidup,
padha (sama).
Dialah yang jaya (menang) sungguh-sungguh.
Bukan menang-menangan atau sekadar menang.

Pa! Papan kang tanpa kiblat (Kekuasaan Gusti yang ada di segala arah)
Dha! Dhuwur wekasane endek wiwitane (Mendaki puncak dimulai dari dasar)
Ja! Jumbuhing kawula lan Gusti (Berusaha memahami kehendak Gusti)
Ya! Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi (Yakin atas titah Gusti)
Nya! Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki (Memahami kodrat kehidupan)

Dia bangkit, tertatih
Mengumpulkan benang helai demi helai
Kembali membangun jiwa terserak
Pelan tapi pasti

Api dendam itu
Mengobarkan benci
Mengalirkan darah manusia
Seumur hidupnya

Lagi lagi, cinta
Pertemuan kembali dengan harapan lalu
Tak ada kata, hanya hati bicara


Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
Menerima segala perintah dan larangan Tuhan.
Pasrah, sumarah pada garis kodrat.
Meskipun diberi hak wiradat,
berusaha untuk menanggulangi.

Ma! Madep mantep manembah mring Gusti (Yakin, mantap dalam menyembah Gusti)
Ga! Guru sejati sing muruki (Belajar pada guru nurani)
Ba! Bayu sejati kang andalani (Menyelaraskan diri pada gerak alam)
Tha! Tukul saka niat (Segala sesuatu tumbuh dari niat)
Nga! Ngracut busananing manungso (Melepaskan keakuan manusia)

Pemimpin . . .
Pemancar sinar kehidupan, pembangun negeri
Pemberi sinar pada gelap malam, saat suka dan duka
Pedoman arah, teladan yang baik
Berhati luas tak terbatas, penampung pendapat rakyat
Pengisi ruang kosong, siap sedia dimanapun
Sejuk menyegarkan, berkasih sayang
Berwibawa, berani tegakkan kebenaran
Kuat dan murah hati

Adalah ucapan pembuat nyaman dan tutur kata lembut
Pembawaan tenang serta pendengar yang baik
Ditambah pengetahuan luas dan kedalaman pribadi
Sosok santun itu

Hidup, peluang menanam benih kebaikan
Hidup, untuk dipahami untuk dijalani

Gunung diam seribu bahasa
Surya pantang muncul malam hari
Daun menurut, selalu hijau
Mengapa?

Kuda kendaranya manusia
Laut jalannya manusia
Api nyala karena manusia
Mengapa?

Banjir, kebakaran, gempa bumi
Bahasa Penguasa Jagad
Untuk bercakap-cakap
Memperingatkan
Mengapa?
Karena akal
Akal, membuat malu
Akal, mencipta sesuatu
Akal, bekal manusia
Anugrah terindah
Mengasah akal, melahirkan pemimpin bumi
Membiarkan akal, menjadi budak manusia lain

Keyakinan bertaut dengan hati
Memahaminya dapat dicapai akal
Karena, semesta alam bukti keberadaan-Nya
Juga kitab suci

Hati tempat berdiam kebaikan, keburukan
Berebut menang, keduanya
Akhir hidup sebagai penentu
Untuk awal mula kehidupan abadi

Dalam hati berdetak bisikan
Tahan disana
Saat lepas, jadi buah pikiran
Diamkan dalam benak, diamkan
Terlambat, menjelma nafsu birahi
Kali ini redam, sebelum tumbuh rencana buruk berbentuk kehendak
Mewujud perbuatan jahat, menjadi kebiasaan
Sukar, sungguh sukar melepas kebiasaan
Inilah buah pikiran buruk, merusak hidup

Ada nilai luhur nenek moyang, ada upacara keagamaan
Ada kebersihan hati dan keteladanan laku, ada upacara sebagai topeng
Ada kecenderungan keterpisahan ajaran suci dan penganut, pada tiap agama
Ada yang memilih keteraturan hati dibanding topeng agama menyesatkan
Ada yang mengambil agama menjadi nyaman, tenang, tenteram
Keyakinan, sebuah keajaiban tak teraba

Kelelahan yang bertemu dengan hati yang kosong
Menjelma cinta

Cinta Thian begitu agung
Tak ada alasan mengkhianati, mengorbankan, menggadaikan
Pandangan hidup dan keyakinan akan Thian
Tak ternilai

Pandai jaga diri, kendalikan amukan cinta
Agar nasib baik diraih
Agar tak ada kebodohan disebabkan cinta
Cintai manusia sewajarnya

Cinta membuat perasaan gila
Hati tak tentu warna, terapung bahagia
Berdebar tak sabar menunggu
Tersenyum sendiri

Penantian panjang cinta
Mematangkan jiwa agar tak ada sesal
Semua terencana
Mengembangkan senyum dan hati yang ikhlas

Cimahi, 8 Januari 2013_26 Shafar 1434 H

Tasaro. 2008. SAMITA: Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho. Bandung: DAR! Mizan

No comments:

Post a Comment