Aku dan Sastra
Oleh: Dewi Erita
_1_
Bermula dari akhir
November 2011, mengikuti kuliah kepenulisan FLP bandung. Disana pertama
kali melangkah ke dunia tulis menulis. Minggu berganti minggu, bulan berganti
bulan, dan masa perkuliahan selama dua bulan itu berakhir, meninggalkan
tapak-tapak yang berbekas di otak. Istilah-istilah asing berputar di kepala.
Manikebu, lekra, kosmos, postmodern, Salah Asuhan, Tono, Tini, Han, ditambah pertanyaan
teman-teman peserta KK tentang sastra bandingan. Mantap pokoknya!
Untuk lebih memperdalam ilmu tentang dunia tulis menulis, akhir
Desember 2011, mulai ikut acara mingguan rutin FLP Bandung. Disana dibahas
hal-hal seputar dunia sastra. Sastra Angkatan’45, Sastra Angkatan’66, Sastra
Masa Pembebasan, dan terakhir membahas tentang Sastrawan beserta karya-karya besar lainnya.
Nah lho . . . kok dunia tulis menulis nyambung ke dunia sastra?
_2_
Sobat . . . ,
ternyata dunia tulis menulis itu adalah juga dunia sastra. Proklamator-proklamator
kita, Pak Karno, Pak Hatta, Pak Sjahrir, adalah beberapa tokoh Bangsa yang juga
sastrawan hebat. Mereka menulis esai, puisi, buku, bahkan konsep negara berawal
dari kebiasaan baik mendalami karya sastra berupa buku. Konon, waktu mereka
sekolah pada zaman Belanda, murid-muridnya diwajibkan membaca 25 buku selama
satu semester. Hasilnya, beliau-beliau tersebut bisa menjadi tokoh yang hebat
dalam bernegara sekaligus penulis-penulis hebat.
Nah, zaman sekarang kita bisa melihat contoh tokoh sastra . . .
Fadjroel Rahman dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) @TvOne.
Dalam berpendapat beliau itu sangat santun dan bahasanya jelas,
padahal isi kata-katanya itu menembus tepat pada sasaran. Beliau mampu meramu
adonan kata-kata yang pedas menjadi hidangan yang enak dimakan dan diterima
siapa saja tanpa membuat sakit perut orang yang memakannya.
“Mr. X dalam pernyataannya mengatakan
bahwa:
‘Kasus korupsi BLBI itu lebih besar, kenapa kasus saya yang kecil
seperti ini dipermasalahkan begitu ramai’
ini seolah-olah menyatakan bahwa saya korupsi, dia korupsi, orang lain
korupsi. Tapi kenapa saya yang korupsinya kecil dipermasalahkan lebih besar
dari orang lain yang korupsinya lebih besar. Kesimpulannya Mr.X secara tidak
langsung mengatakan bahwa dia itu korupsi.”
Intinya kurang lebih seperti itu. Intonasi dan nada suaranya dalam
mengemukakan pendapat juga ringan dan santai. Jadi respon orang lain juga
santai, tidak marah-marah.
Karni Ilyas, Presiden acara Indonesia Lawyers Club (ILC) @TvOne.
Dalam setiap selingan antar sesi dan akhir acara, beliau selalu
menyatakan beberapa potong kalimat kata-kata orang-orang besar yang pada
masanya berjaya.
“Korupsi itu bagai bola salju, lama-lama makin besar dan akibat yang
ditimbulkan juga luar biasa (Presiden Amerika ke-X) . . . “
Isinya kurang lebih seperti itu. Nah, terbayang beliau sudah melahap banyak
buku selama 40 tahun menjadi wartawan. Bukankah itu berarti beliau
pengapresiasi sastra?
Berikutnya . . .
Sujiwo Tejo, Budayawan Indonesia yang sering muncul di ILC.
Dalam mengomentari suatu isu. Beliau selalu merujuk ke kondisi
masyarakat Indonesia umumnya. Kehidupan orang-orang dulu dan sekarang. Dan
dalam beberapa acara, komentarnya dikatakan lewat pertunjukan wayang dan
nyanyian dengan gitar khas Indonesia. Kita yang menyimak menjadi lebih paham
bahwa masalah pemerintahan itu harus diselesaikan secara komprehensif, tidak
hanya dari segi substansi seperti Hukum Pidana, Tata Negara, Pencucian Uang,
tapi juga dari segi Sosial Budaya. Bukankah untuk memahami itu semua juga harus
membaca buku, menjadi pengapresiasi sastra?
Jika kita perkecil ruang lingkupnya, kita bisa menemukan komunitas membaca
dan menulis (sastra) di FLP Bandung. Bahan diskusinya beragam, mulai dari
cerpen, puisi, buku, sampai nonton film bermutu. Buku-buku yang dibahas juga
unik dan beragam, misalnya ada yang berbahasa Melayu (Sitti Nurbaya), kehidupan
Indonesia zaman dulu (Belenggu), budaya masyarakat pedalaman (Ronggeng Dukuh
Paruk), alur cerita yang aneh (Olenka) sampai cerita sejarah nenek buyut kita
(Bumi Manusia).
_3_
Dunia kita ini dipenuhi oleh berbagai macam karakter manusia. Dan
untuk itu, kita harus mengetahui dan memahami masing-masing kehidupan dari
berbagai lapisan masyarakat. Belajar dari sejarah kehidupan masa lalu. Untuk
kemudian merancang masa depan nan indah. Dan itu semua berawal dari membuka
jendela dunia kamar kita, dengan membaca, dan mengikuti komunitas dunia baca
yaitu dunia sastra.
Cimahi, 1 Juli 2012
kurang lebih, begitulah yang nurul rasakan saat menjadi salah satu sisi lingkaran ini, Teh.
ReplyDeletesemua menjadi lingkaran yg ternyata saling menguatkan sisi2 kehidupan. alhamdulillah :)
kalo menurut t2h, Nurul itu ada di tengah lingkaran, Sang Pelaku Utama ^^
Delete